Cerita-Cerita
Rakyat Kalimantan Selatan Terjemahan Dari Bahasa Banjar
Judul Buku : LAMBUNG
MANGKURAT DAN DAYANG DIPARAJA
Karya : Syamsiar Seman
Terjemahan : Tri Budiyarni
Cetakan
Kedua Tahun 2005
Serie
Volklore
Setelah
Pangeran Suryanata secara gaib meninggalkan dunia yang pana, maka anaknya Surya
Ganggawangsa diangkat jadi raja di Nagara Dipa. Upacara kerajaan yang
mengangkat raja yang baru itu dipimpin oleh Lambung Mangkurat yang tetap
memegang jabatan sebagai mangkubumi. Raja Surya Ganggawangsa didudukkan di
istana, memakai mahkota yang berasal dari langit.
Upacara
mengangkat raja yang baru itu diadakan pesta selama empat puluh hari empat
puluh malam untuk meramaikan kerajaan beserta rakyatnya. Gamelan yang bernama
Si Rarasati dibunyikan, gong yang bernama Si Rabut Paradah dipukul terus
menerus. Tarian radap dan baksa dipertunjukkan. Tidak ketinggalan tari
Jambangan Kaca yang jadi tontonan orang banyak.
Tidak
terlupa, raja memberi hadiah kepada para pembantu, pesuruh kerajaan, dan bahkan
para penari-penari yang belum menikah dinikahkan.
Setiap
hari sabtu, Raja Surya Ganggawangsa ada di Situ Luhur, menerima orang-orang
yang ingin menghadap kepada raja, walaupun ia hanya rakyat biasa.
Setelah
sudah beberapa tahun Surya Ganggawangsa jadi raja di Nagara Dipa, rasanya belum
lengkap, namun raja itu tidak mempunyai permaisuri. Hal ini sudah terpikirkan
oleh Lambung Mangkurat, hulubalang Arya Magatsari dan Tumanggung Tatahjiwa.
Maka yang tujuh orang pejabat negara itu berunding untuk mendapatkan calon
permaisurinya raja.
Arya
Magatsari dan Tumanggung Tatahjiwa diperintahkannya Singabana, yaitu pengawal
keamanan., untuk mencari-cari ke sudut-sudut perkampungan untuk mencari gadis
perawan yang cantik untuk dijodohkan dengan Raja Surya Ganggawangsa.
Sudah
berbulan-bulan lamanya anak buahnya Singabana, yaitu Singantaka dan Singapati
mencari ke setiap kampung belum juga dapat, kabarnya pun belum ada terdengar.
Tidak
lama setelah itu ada kabar yang terdengar, di hulu mudik sungai kampung Tangga
Hulin. Menurut kabar, Arya Malingkan yang menjadi tokoh tertua di kampung
Tangga Hulin ada mempunyai anak perempuan. Kabar itu sampai ke telinga Lambung
Mangkurat. Setelah itu dengan cepat Lambung Mangkurat memerintahkan hulubalang
Arya Magatsari dan Tumanggung Tatahjiwa agar cepat mendatangi ke Tangga Hulin.
Hulubalang
Tumanggung Tatahjiwa dan Arya Magatsari memerintahkan lagi Singabana, yaitu
Singantaka dan Singapati dan pengawal yang lain. Singabana adalah penjaga
keamanan kerajaan yang bisa mengerjakan segala macam urusan.
Maka
berangkatlah pasukan itu membawa perahu ke sungai Tangga Hulin yang mempunyai
tujuh orang pengawal keamanan. Setelah sampai ke Tangga Hulin, sengaja para
pengawal itu datang diam-diam saja agar tidak diketahui oleh orang kampung.
Maksudnya agar dia nyaman untuk bertanya-tanya di pinggiran kampung dahulu, apa
benar ada gadis perawan anak Arya Malingkan itu.
Saat
itu kebetulan ada seorang perempuan yang sedang mencuci di pinggir sungai.
Lewatlah perahu Singabana dan singgah disitu.
Perempuan
yang sedang mencuci itu sangat terkejut melihat perahu pengawal kerajaan yang
singgah kepadanya. Ia tidak biasa melihat para pengawal kerajaan, dan perahu
yang dipakai tidak sama dengan perahu seperti orang kampung lainnya. Saat
perempuan itu masih bingung Singabana pun bertanya :
“Kamu
tahu siapa yang bernama Arya Malingkan?” Setelah
lama perempuan itu menjawab.
“Arya
Malingkan itu seorang tokoh di kampung Tangga Hulin. Dia orang kaya, sangat
dihormati oleh semua orang di kampung ini”.
“Benarkah
Arya Malingkan mempunyai anak perempuan yang masih gadis?”, Tanya Singabana
lagi.
“Ada,
namanya Diang Diparaja, rupanya sangat cantik”, sahut perempuan itu.
“Di
mana rumahnya?”, Singabana bertanya terus.
“Itu,
di seberang. Rumah yang besar itu”, kata perempuan itu sambil menunjukkan
jarinya ke rumah seberang.
Singkat
saja percakapan mereka. Setelah itu Singabana memerintahkan tukang kayuh
perahunya memutar arah pulang. Perempuan yang sedang mencuci itu masih terlihat
sangat bingung, setelah ditinggalkan perahu para pasukan kerajaan itu, para
prajurit sudah mendapatkan kabar untuk menghadap kepada Lambung Mangkurat.
Benar
saja, setelah sampai ke kerajaan, Singabana dan pengawalnya menghadap Lambung
Mangkurat. Saat itu ada dua orang hulubalang Tumanggung Tatahjiwa dan Arya
Magatsari.
“Bapak
Lambung Mangkurat, kabar yang mengatakan Arya Malingkan itu benar mempunyai
anak yang masih perawan”, kata Singabana.
“Apa
kalian semua sudah melihat orangnya?”, kata Lambung Mangkurat menanyakan kepada
pengawal kerajaan itu.
“Kami
tidak melihat. Kami datang sengaja diam-diam saja, agar tidak diketahui oleh
orang banyak, agar tidak heboh.
Tapi
kami sudah tahu rumahnya. Arya Malingkan orangnya kaya, rumahnya besar, anak
perempuannya bernama Dayang Diparaja”, sambung Singabana.
“Kalau
seperti itu kita putuskan aja, menjemput anak Arya Malingkan itu untuk
dijadikan permaisuri raja kita”, kata Lambung Mangkurat berpikir sebentar.
Lambung
Mangkurat sudah bersiap-siap menjemput Dayang Diparaja, ingin mengirim empat
puluh perempuan utusan kerajaan Nagara Dipa ke Tangga Hulin. Sebelumnya itu
Lambung Mangkurat menghadap terlebih dahulu kepada raja, mengatakan, membawa
kabar mengenai Dayang Diparaja, anak perempuan Arya Malingkan di Tangga Hulin,
dikatakan juga oleh lambung mangkurat dan raja, Dayang Dipraja itu gadis
perawan yang cantik rupanya.
Setelah
mendengar kabar Lambung Mangkurat itu, raja Surya Ganggawangsa tidak banyak
bicara, dia hanya melamun, itu artinya ingin berkumpul dengan mangkubuminya.
Melihat
perilaku raja itu, tenang hatinya, artinya rencana lambung mangkurat sudah
cocok dengan kehendak raja.
Tidak
berapa lama setelah itu, lalu Lambung Mangkurat mengutus Singabana, Singantaka
dan Singapati untuk datang, sekaligus menjemput Dayang Diparaja ke rumah Arya
Malingkan di Tangga Hulin. Para utusan itu diiringi oleh empat puluh wanita
yang berpakaian keluarga kerajaan Nagara Dipa.
Di
rumah Arya Malingkan, utusan Lambung Mangkurat itu, di setujui oleh Singantaka
dan Singapati, menyampaikan maksudnya kepada Arya Malingkan yang ingin
menjemput Dayang Diparaja untuk jadi permaisuri raja Surya Ganggawangsa. Namun
para pasukan terkejut setelah mendengar jawaban Arya Malingkan.
“Aku
tidak ingin anakku Dayang Diparaja nanti akan dijadikan dayang-dayang yang hanya
untuk menyenangkan hati raja saja, terlihat muka Arya Malingkan seperti tidak rela.
“Bapak
Arya Malingkan! Kami semua datang ketempat Bapak, benar – benar meminta anak
bapak itu di jadikan permaisuri raja kami, raja Surya Ganggawangsa”, kata
Singantaka menjelaskan. Singapati menambahkan lagi untuk meyakinkan pembicaraan
Singantaka.
Setelah
mendengar itu Singabana dan dua pengawalnya jadi putus asa,iya tidak berhasil
untuk meyakinkan hati Arya Malingkan.
Sambil
membawa perasaan yang tidak enak maka para utusan Lambung Mangkurat itu kembali
ke kerajaan.
Singantaka
dan Singapati menghadap Lambung Mangkurat, mengabarkan bahwa ia tidak berhasil
membawa Dayang Diparaja ke kerajaan untuk dijadikan permaisuri raja.
“Jadi
Arya Malingkan tidak mau kalau anaknya dijadikan permaisuri raja?”, Tanya Lambung
Mangkurat suaranya keras wajahnya memerah marah setelah mendengar kabar yang
dibawa oleh Singantaka dan Singapati.
“Iya!
Arya Malingkan tidak mau kami sudah berbicara untuk meyakinkan”, sahut anak
buah pengawal keamanan itu.
“Kalau
seperti itu aku sendiri yang akan datang ke Tangga Hulin itu Arya Malingkan
akan berurusan denganku!”, Lambung Mangkurat wajahnya merah matanya melotot
marah.
Lambung
Mangkurat pergi ke Tangga Hulin
Lambung
Mangkurat marah sekali dengan Arya Tarenggana. Karna ia sudah menghadap raja Surya
Ganggawangsa, raja Nagara Dipa itu sudah suka dengan Dayang Diparaja jadi
Lambung Mangkurat berbalik merasa sangat malu kalau Arya Malingkan tidak mau
anaknya jadi permaisuri raja.
Lambung
Mangkurat memerintahkan pasukan Singabana menyiapkan perahu yang diberi
tanda-tanda kerajaan Nagara Dipa dilengkapi
para pengawal keamanan Singantaka, Singapati dan pengawal lainnya setelah itu
Lambung Mangkurat menuju sungai ke arah Tangga Hulin.
Saat
siang hari Lambung Mangkurat pergi ke Tangga Hulin, padahal saat malamnya raja
Surya Ganggawangsa bermimpi saat tidur. Dalam mimpi itu Raja Surya Ganggawangsa
ditemui oleh ayahnya Raja Suryanata. Raja Suryanata berucap kepada anaknya :
“Anakku!
Kamu nanti harus menikah dengan anak perempua yang dilahirkan oleh Dayang Diparaja,
kamu akan memperoleh keturunan yang baik-baik.” Setelah berucap itu ayahnya
Raja Suryanata hilang secara gaib dan tidak terlihat lagi.
Raja
Surya Ganggawangsa terduduk mengingatkan mimpinya yang bertemu Raja Suryanata
itu.
“Aku
harus memenuhi kemauan bapak itu!” Gumam Surya Ganggawangsa.
Alkisah,
Lambung Mangkurat yang pergi menaiki perahu dengan para pengawal ke Tangga
Hulin. Orang-orang kampung berkumpul, mereka memperhatikan perahu Lambung
Mangkurat yang diberi tanda- tanda kerajaan Nagara Dipa. Orang-orang kampung
yang belum pernah melihat Mangkubumi Lambung Mangkurat ingin sekali melihatnya.
Orang kampung itu biasanya hanya
mendengar kabar saja bahwa Lambung Mangkurat itu orangnya gagah berani dan tidak
bisa dilukai dengan senjata tajam.
Kabar kedatangan lambung mangkurat dan para
pengawal keamanan yang membawa perahu kerajaan Nagara Dipa itu sampai juga
terdengar Arya Malingkan. Setelah mendengar itu Arya Malingkan merasa ketakutan
kalo saja kedatangan lambung Mangkurat bisa membunuhnya.
Setelah
berpikir, Arya Malingkan cepat keluar rumah memakai pakaian yang bagus, maksudnya
untuk menyambut menghormati kedatangan Lambung Mangkurat.
Benar
saja setelah perahu kerajaan Nagara Dipa yang dibawa Lambung Mangkurat dan
pengawal Singabana itu bersampingan di halaman rumah Arya Malingkan.
Setelah
itu Lambung Mangkurat dibawa ke rumah mereka duduk dan di atur oleh keluarga Arya
Malingkan. Belum lagi Lambung Mangkurat mengatakan maksudnya, Arya Malingkan
sudah menyampaikan keputusannya:
“Bapak
Lambung Mangkurat! Kalau Raja Surya Ganggawangsa benar-benar ingin anakku Dayang
Diparaja yang bakalan di jadikan permaisuri, kami sekeluarga setuju saja.”
Setelah
mendengar perkataan Arya Malingkan itu, hati Lambung Mangkurat yang tadinya
keras menjadi lemah dan menghormati yang punya rumah itu dan ia pun berkata :
“Nah..
itu yang aku inginkan saat datang kesini.”
Setelah
sudah akur maka saat itu juga Dayang Diparaja dibawa oleh Lambung Mangkurat. Naik
perahu Kerajaan Nagara Dipa kembali kekerajaan.
Lambung
Mangkurat menghadap Raja Surya Ganggawangsa
untuk mengatkan bahwa ia berhasil menjeput Dayang Diparaja yang bakalan
dijadikan permaisuri.
Namun
ia sangat terkejut setelah Raja Surya Ganggawangsa berkata :
“Lambung
Mangkurat ! Malam tadi aku bermimpi saat tidur ditemui oleh ayahku Raja Suryanata.
Kata beliau aku harus menikah dengan anak perempuan yang diahirkan oleh Dayang Diparaja.”
Dikatakan
Surya Ganggawangsa itu membuat kacau kerajaan Nagara Dipa sebab sangat sulit mencarikan
siapa orang yang akan menikah dan yang cocok dengan Dayang Diparaja.
Lambung
Mangkurat pun berunding dengan pejabat kerajaan bermusyawarah dengan hulubalang
Arya Magatsari, Tumanggung Tatahjiwa, termasuk berbicara kepada jaksa-jaksa
Patih Baras, Patih Pasih, Patih Luhur, Patih Sagara.
Setelah
selesai dimusyawarahkan semuanya, mereka memutuskan tidak ada yang pantas
menikah dengan Dayang Diparaja selain Lambung Mangkurat.
Keputusan
itu disampaikan oleh Surya Ganggawangsa oleh karna raja Surya Ganggawangsa
sudah setuju, maka Lambung Mangkurat menyetujui saja keputusan itu dia siap
saja menerima, yang baik untuk kerajaan Nagara Dipa.
“Untuk
kepentingan Nagara Dipa, dan kepentingan keturunan raja, maka aku siap menerima”,
Kata Lambung Mangkurat.
Saat
itu juga diperintahkanlah Singantaka pergi ke Tangga Hulin berdua dengan Singapati,
menyampaikan kabar keputusan raja kepada Arya Malingkan. Ini sudah menjadi
keputusan raja maka Arya Malingkan tidak bisa berkata apa-apa lagi, ia menerima
saja jika anakanya Dayang Diparaja menikah dengan Lambung Mangkurat, mangkubumi
itu.
Lambung
mangkurat menikah dengan Dayang Diparaja
Foto Red-Putri Junjung Buih, hanya gambaran untuk kecantikan Dayang Diparaja
Upacara
kerajaan dan pesta diadakan di kerajaan Nagara Dipa, menikahkan mangkubumi kerajaan
Lambung Mangkurat dengan Dayang Diparaja anak perempuan Arya Malingkan. Saat
pernikahan itu diadakan pesta tujuh hari tujuh malam untuk menghibur keluarga
kerajaan dan rakyatnya.
Alkisah
tidak lama setelah Lambung Mangkurat itu menikah dengan Dayang Diparaja anak
perempuan Arya Malingkan itu mengandung.
Sudah
sembilan bulan sembilan hari mengandung, Dayang Diparaja tidak ada juga
tanda-tanda melahirkan setelah ditunggu hingga tiga belas bulan masih tetap
tidak ada tanda-tanda melahirkan dan akhirnya setelah lima belas bulan baru
terlihat tanda-tanda Dayang Diparaja ingin melahirkan, perutnya sakit luar
biasa.
Mereka
menunggu selama tujuh malam Dayang Diparaja sakit perut, tidak juga keluar
anaknya. Sudah ditolong oleh dukun dan tabib,namun anaknya tidak keluar-keluar
juga, Lambung
Mangkurat bingung, sudah putus asa. Namun tidak lama setelah itu, ia terkejut
mendengar ada suara yang keluar dari dalam perut Dayang Diparaja.
“Uuu..Bapak
Lambung Mangkurat saya adalah anak Bapak yang tidak bisa keluar seperti jalan
biasa saya harus keluar jalan sebelah kiri perut mama. Bapak belah saja perut
mama sebelah kiri.”
Mendengar
suara itu Lambung Mangkurat bertambah bingung saat itu ada tiga hal yang
menjadi pikiran nya dia ingin menyelanatkan anaknya untuk keluar itu artinya
istrinya akan meninggal dunia setelah itu ia ingin mengabulkan kemauan raja Nagara
Dipa yang anaknya nanti menjadi permaisuri .
Setelah
berpikir itu akhirnya Lambung Mangkurat mengambil keputusan yang berat
menyelamtkan anaknya sekaligus mengabulkan kemauan raja. Biar hatinya berat
terpaksa ia membelah perut sebelah kiri Dayang Diparaja istrinya.
Anak
keluar dari dalam perut adalah perempuan yang sangat cantik, yang sudah bersih
bahkan sudah berhias, berpupur dan bercelak mata, setelah itu diberi nama Putri
Kuripan.
Kabar
yang Dayang Diparaja meninggal dunia,dengan perut dibelah oleh Lambung
Mangkurat sampai di dengar oleh Arya Malingkan di Tangga Hulin.
Arya
Malingkan berdua suami istri itu sakit hati sekali mendengar kejadian
itu.mereka pun mengutuskan untuk bunuh diri bersama daripada sakit hati
mengenang Dayang Diparaja lebih baik mati juga mengikuti anaknya seperti
pikirian Arya Malingkan suami istri.
Arya
Malingkan mengambil pinang muda dan memakannya, istri malingkan pun mengambil satu
buah pinang tua dan membuang sepahnya, dia memerintahkan pembantunya untuk
menanam serabut itu di tanah setelah tujuh hari setelah sepah itu di tanam
tumbuhlah menjadi pohon pirawas.
Menurut
kisah serabut punya Arya Malingkan menjadi pohon jariangau. Jariangau dan
pirawas itu jadi obat. Itu asal usulnya dari tangga hulin bekas serabut Arya
Malingkan dan istrinya
Alkisah
anak perempuan Lambung Mangkurat yang sangat cantik diberi nama Putri Kuripan
itu jadi susah untuk menyusui karena tidak ada ibunya, setelah tiga hari anak
itu tidak meminum apa-apa ternyata Putri Kuripan itu berucap sendiri minta
diminumi susu kerbau putih.
Lambung
Mangkurat cepat memerintahkan para penngawal keamanan Singapata dan Singapati mencarikan
susu kerbau putih. Susu kerbau inilah yang diminum Purti Kuipan sampai besar.
Alkisah
saat dahulu orang-orang keturunan Putri Kuripan sampai sekarang tidak ingin
meminum susu kerbau putih dan juga pamali untuk memakan daging kerbau putih
itu.
Tahun
demi tahun lamanya Putri Kuripan sudah besar yang dipelihara oleh Lambung
Mangkurat sampai berumur lima belas tahun menurut pikiran Lambung Mangkurat dan
para hulubalang Aryamagatsari dan Tumanggung Tatahjiwa sudah saatnya dinikahkan
dengan raja Surya Ganggawangsa yang tetap ingin mngabulkan nasihat ayah raja Suryanata
sudah siap menikahkan Putri Kuripan.
Tidak
lama setelah itu upacara yang besar dilaksanakan di Nagara Dipa. Maklum saja
yang dinikahkan adalah raja dan yang menjadi pemaisuri adalah anak perempuan
mangkubumi kerajaan.
Saat
itu raja Surya Ganggawangsa dan Putri Kuripan dimandikan ke pondok yang
berlangitkan kain kuning air untuk mandi diberi kembang empat puluh macam yang
berbau harum.
Semua
kembang itu dicampur mulai mawar, melati, marak, malur, kananga, kaca piring, cempaka
putih, cempaka kuning, nagasari, kembang culan, kembang tuak-tuak, kembang usir-usir,
kembang palilak, kembang pandan, tanjung, kembang tanding, kembang sarunai,
kembang pacar, kembang panggil-panggil putih, kembang panggil-panggil merah,
kembang dilam, kembang ganasuli, kembang pudaksatanggal, kembang jariangau,
kembang tambura, kembang sarapanagan, kembang jarum-jarum, kembang gambir,
kembang kasumaningkrat, kembang kangkung, kembang talipuk, kembang bilarantapah,
kembang bamban, kembang urang-aring, kembang gambar gayam, kembang supan-supan,
kembang kasisap, kembang bunting-bunting, kembang dadap, dan kembang patah
kamudi.
Setelah
selesai mandi lalu keduanya diarak kekerajaan Nagara Dipa. Upacara pernikahan
itu diadakan pesta empat puluh hari empat puluh malam gamelan si Rarasati
dibuyikan terus-menerus gong si Rabut Paradah dibunyikan terus ditambah
tontonan untuk rakyat kesenain wayang, tarian baksa dan tarian yang bernama
jambangan kaca.
Para
keluarga kerajaan Nagara Dipa sangat puas dengan pesta itu termasuk para
rakyatnya .
Raja
Surya Ganggawangsa dan Putri Kuripan hidup rukun memelihara karajaan Nagara Dipa
Lambung Mangkurat yang jadi mangkubumi mengatur benua tetap setia dengan raja
tidak lama setelah itu ada lebih satu tahun Putri Kuripan raja Surya Ganggawngsa
itu melahirkan putri perempuan yang diberi nama Putrid Kalarangsari.
Nilai
cerita
Setiap
orang yang bekerja di mana saja harus rajin bekerja bertanggung jawab dan
menurut dengan orang yang menjadi pimpinannya anak harus juga menurut dengan
bapaknya atau ibunya agar hidupnya berkah.
by : Tri Budiyarni
0 komentar
Segala sesuatu yang terjadi adalah buah dari keyakinanmu.