Sayangku..
Tiba-tiba
daun berhenti bermekaran, tiba-tiba daun jati berguguran satu per satu,
tiba-tiba telur-telur putih di pohon mangga menjadi serangga dan kepompong tiba-tiba menjadi kupu-kupu, ya.. seingatku kala itu
semua menjadi sangat tiba-tiba.
Akhir
tahun 2015 lalu kedatanganmu padaku kasih,
belum
pudar saat itu jumat malam kau melamarku melalui teman yang sudah kau anggap
saudaramu.
Tiba-tiba aku menerimamu tanpa bekal ini dan itu.
Hanya dengan keyakinan aku pada imanmu setelah itu kau tiba-tiba sudah halal bersamaku.
Tiba-tiba aku menerimamu tanpa bekal ini dan itu.
Hanya dengan keyakinan aku pada imanmu setelah itu kau tiba-tiba sudah halal bersamaku.
****
Hari demi
hari kita tapaki kehidupan satu persatu.
Aku tak pernah begitu mengerti bagaimana harus mulai mengenalmu.
Karena jika aku marah selalu tiba-tiba jadi senyummu. Tangisku menjadi tiba-tiba ringan di dadamu. Masalah seberat apapun tiba-tiba kau olah sedemikian rupa jadi candaku.
Aku tak pernah begitu mengerti bagaimana harus mulai mengenalmu.
Karena jika aku marah selalu tiba-tiba jadi senyummu. Tangisku menjadi tiba-tiba ringan di dadamu. Masalah seberat apapun tiba-tiba kau olah sedemikian rupa jadi candaku.
Bodohnya
aku tanpa tahu apa yang menjadi beban bagimu. :(
Kita
hidup di kota yang berbeda, tak terasa 7 bulan kita menikah, setiap satu bulan
sekali kau datang padaku, karena keadaan yang membuat kita harus berpisah
sementara, dengan alasan bekerja.
****
Hingga
sabtu lalu tiba-tiba kau datang menjengukku tanpa memberi kabar terlebih
dahulu, mungkin bagimu akan memberi kejutan untukku.
Malam,
setelah sholat magrib bersama kau berpolah manja sekali, dari minta suapi
makan, hingga kau pinta aku untuk memijat lenganmu. Setidaknya malam itu kau
membuatku sangat yakin akan cinta yang kau tumpahkan padaku, tanpa ada retak,
celah bahkan lubang diantaranya.
Kita
menikmati malam yang begitu biasa sebagai sepasang kekasih yang sah.
Namun..
Minggu
pagi kau tiba-tiba ambruk.
kau
pingsan tak kurang hitungan detik, aku memapahmu masuk ke ruang tamu, dan kau
muntah hebat di ambal, aku berlari mengambil ember dan segera kulapisi dengan
plastik, tapi kau tidak muntah lagi. Kuberikan air serta madu agar
mengembalikan staminamu, dan kau mulai baik lagi. Aku pun sedikit bisa
mengambil nafas panjang.
Tumor mungil yang bersarang di batang otakmu sepertinya ingin mendapat perhatian. Kasih, 5 tahun kau simpan rasa sakit di kepala sehingga membuat penglihatanmu banyak berkurang, kau menjalani hidup tanpa ada keluhan pada siapa pun, bahkan pada tuhanmu pun kau enggan mengadu, kau bilang hanya karena rasa malumu padaNya. Bagiku tuhan menyerahkan Nabi Ayyub padaku untuk ku jaga.
Selama itu pula kau beraktivitas normal tanpa terhalangi sedikit pun, berkebun hingga mengajari anak-anak di kampungmu untuk tadarus al quran. Aku mencintai segala yang ada pada dirimu kasih, takkan kukurangi rasa itu hanya karena tumor itu.
Senin
pagi kau tidak bangunkan aku seperti biasa, biasanya kau yang selalu
membangunkanku saat sholat subuh, kali ini tidak. Aku bangun jam 6 pagi dan
segera sholat, kulihat dirimu masih tak bergerak dari posisi malam
sebelumnya.
Seusai
sholat, aku mandi, memasak seperti biasa, ku taruh sepiring bubur dan teh
hangat untukmu di samping ranjang, agar saat kau bangun kau bisa menyantap
makanan itu.
Aku
melanjutkan aktivitas sebelum bekerja untuk membersihkan rumah, dari mencuci
baju kotormu, mencuci piring kita, dan membersihkan rumah, setelah selesai aku
kembali melihatmu dengan harapan kau sudah menghabiskan bubur buatanku.
Saat aku
berada di kamar aku melihatmu masih di tempat yang sama dengan malam tadi dan
posisi yang sama pula, meringkuk.
Aku mulai
membangunkanmu, dan alhamdulillah kau bangun, matamu sungguh berat, kutanyakan
kabar, kau bilang baik saja, ku pegang dahimu, hanya hangat, ku dengarkan degup
jantungmu, detaknya normal seperti biasa, kutanya dirimu sekali lagi, dan kau bilang
hanya sakit perut.
Kasih,
Andai
waktu itu aku bisa lebih memahamimu, takkan kutinggal dirimu untuk bekerja. Tahukah
kau betapa gelisah hati ini selama aku berangkat bekerja?
Saat
istirahat kerja aku sengaja pulang hanya agar bisa makan siang bersamamu, kau
tahu kasih? saat ku buka pintu rumah, kau tergeletak kaku di balik pintu, tak
kuasa rasanya kaki menopang berat tubuhku saat melihatmu tak bergerak sama
sekali, aku berusaha menarik badanku untuk bisa duduk di sampingmu, sambil
memanggil-manggil namamu. Tak lama kau terbangun. Kau pingsan dengan tubuh
menguning.
Kasih,
kutanyakan
kembali keadaanmu, kau hanya bilang "tadi tertidur disini".
aku
tertawa kecil untuk menghargai dustamu padaku.
Kasih,
apa yang
kau rasakan pada saat itu?
Sakitkah
kepalamu?
sakitkah
tanganmu?
sakitkah
badanmu?
sakitkan
kakimu?
katakan
padaku agar ku tahu bagaimana membantumu untuk mengurangi sakitmu, kau
tiba-tiba berkata "aku gak papa dek,"
Kasih,
kupapah
tubuhmu masuk ke kamar, aku merogoh-rogoh tas eiger ku mencari handphone, yang
ku ingat hanya seorang teman yang sudah seperti keluarga, Rudi. Ku tekan tombol
hijau di layar handphone dan meminta solusi padanya, tak lama setelah menelpon
ia datang bersama dengan teman-teman yang lain, mereka datang ber-3.
Kasih,
Tak ingin
basa-basi kau kami rujuk ke rumah sakit terdekat untuk mendapat penanganan.
Saat kau masuk IGD kau memandangku syahdu dan kau meminta izin padaku
untuk tidur
Kasih,
tidurlah..
tidurlah yang nyenyak.. kami akan berusaha mengurangi beban sakit yang kau
tanggung.. tidur lah kasih.. tidurlah sayangku..
Kasih,
kau
mendapatkan pelayanan yang baik di rumah sakit, beberapa dokter sudah
memeriksamu.
Aku baru ingat, kau pernah menitipkan scan MRI padaku dulu, aku langsung berlari memacu langkahku ke sepeda motor untuk pulang, aku mencari semua dokumen yang berkaitan tentangmu. Dapat!
ku bawa
kembali dan menyerahkan ke dokter yang menanganimu.
Dokter itu terdiam, lama sekali, ia menggarukkan tangan ke rambut tipis yang ada di dagunya. Perlahan dokter itu menjelaskan bagaimana kondisimu, tindakan yang harus diambil, serta resiko yang akan terjadi jika aku mengambil tindakan itu. Satu per satu dokter itu menguraikan segala hal yang harus aku ketahui, termasuk terapy yang harus kau jalani nanti selama 1 tahun paska operasi, rambut hitammu perlahan akan berguguran, tubuh gempalmu akan menipis, lumpuh pada salah satu bagian tubuhmu pun harus ku hadapi nanti, belum lagi rasa sakit yang teramat saat menjalani kemotraphy. Aku tak keberatan kasih, aku hanya perlu menyuport diriku sendiri agar mampu menopangmu, tenang kasih.. apapun itu asalkan kondisimu bisa kembali tersenyum kepadaku, itu sudah cukup, sangat cukup untuk menghilangkan semua beban yang kita tanggung ini.
Ku-angguki semua apa yang dikatakan dokter itu, dan kusetujui semua persyaratan yang diajukan dokter itu padaku dan ternyata kau akan di rujuk ke salah satu rumah sakit yang ada di Banjarmasin, butuh 8-9 jam perjalanan darat lagi kasih, apa kau masih bisa bertahan? untukku kasih, untuk kita, bertahanlah..
Saat mempersiapkan segala hal untuk keberangkatan kita adzan isya berkumandang, kepanikan yang tiada tara membuatku lelah untuk berpikir, aku segera mengambil air untuk membasuh wajah agar syaraf di kepala kembali kendur, kuselesaikan empat rakaat dengan khusu' sementara kau kutitipkan kepada perawat ruangan untuk menjaga dirimu yang masih saja tidur.
Ya Rabb..
begitu
indah nikmat kasih dan sayangMu
terima
kasih ya Rabb atas segala hal yang Kau limpahkan pada hamba yang kerdil ini.
Ya Rabb..
Kupasrahkan
segala jiwa dan ragaku hanya kepadaMu, kupasrahkan suami hamba hanya kepadaMu,
Engkau sebaik-baiknya penjaga, lapangkan dada hamba yang begitu sempit ini,
hamba mohon padaMu apapun ya Rabb yang akan terjadi, jika ia kembali aku akan
merawat suami hamba dengan baik tanpa keluh setetes pun ya Rabb, hamba ikhlas
hamba ridho atas ketentuanMu ya Allah..
Rintihku pada pemilik jagat raya ini kasih..
tahu kah
kau kasih, setelah ku luapkan segala keluh kesah, aku merasa lebih ringan,
apapun yang terjadi, aku sudah siap!!
Kasih..
saat aku
kembali ke ruanganmu, kau masih tertidur sangat pulas dengan butiran keringat
di dahimu. ku sapu dengan handuk kecil putih.
Kasih..
Rabu dini
hari itu aku tak bisa tidur, perutku begitu mules tapi tak bisa buang air
besar, jantung berdesir beriringan dengan cepat, mungkin efek hujan, fahamku.
Aku kembali meluruskan pinggang di bawah ranjangmu yang beralaskan tikar
purun.
Kasih.tiba-tiba kau terbatuk.
ku
bangunkan dirimu untuk minum, tapi kau tidak merespon sama sekali, dahimu
memanas, dan semakin panas. Aku memanggil namamu kasih, apa kau mendengarku
saat itu? iya kau mendengar kasih, kau merespon dengan menggerakkan ibu jarimu.
Aku berlari menemui perawat serta dokter jaga untuk memeriksamu.
Pukul 3.15 saat itu, aku masih di sampingmu menggenggam tanganmu. Kupandang dalam setiap garis yang membentuk wajahmu. Apa kau ingat, saat kau menyentuh wajahku dengan menutup matamu, kau sentuh mataku perlahan dengan kedua tanganmu, hidungku, tulang pipi dan bibirku, kau seperti berusaha ingin menghafal setiap lekuk wajahku, ku tanyakan saat itu apa maksudmu, kau hanya menjawab "Nanti takut tertukar dengan bidadari.." candamu begitu kaku bagiku.
"Sayang, aku mencintaimu begitu tiba-tiba, dan aku pun akan melepasmu dengan tiba-tiba, Maafkan aku." bisikku di telingamu yang aku sendiri tidak memahami kalimat itu.
Kasih.. kau
genggam tanganku ke dadamu. Tanpa kutanya apa maksudmu.
Pukul
3.20 kau menarik nafasmu dalam, "Astaghfirullah.." hanya itu yang
terdengar olehku.
Kau pun
tiba-tiba berhenti bernafas. Berhenti bergerak. Berhenti membuatku marah.
Berhenti membuatku senang. Tiba-tiba tak ada rasa yang terasa dalam dadaku. Tak
ada sama sekali. Tak ada. Hanya degub jantungku yg terdengar memenuhi ruangan.
aku memanggil-manggil namamu kasih, apa kau masih mendengar suaraku? aku yakin
iya, tapi lagi-lagi kau tak merespon panggilanku, ku guncang-guncang badanmu
pun tak membuatmu menanggapiku.
Tiba-tiba
aku tersadar bahwa kau takkan pernah ada lagi di sisiku.
Kasih..
malam itu
sepi sunyi..
tak ada
satu makhluk pun yang berbunyi..
tidak
seperti kemarin banyak yang peduli..
dalam
dadaku hanya terdengar sirine yang meraung-raung namun tetap sepi..
Kau pergi
kasih, tanpa membawaku bersamamu kau pergi sendiri
Tahukah
jalan pulangmu nanti
aku
adalah matamu selama disini
aku
memohon padamu namun kau tetap pergi
Kasih, besok adalah hari jadi pernikahan kita ya ke 8 bulan. Aku akan merayakannya dengan hingar bingar doa serta air mata.
Apa kau
ingat pernah menyampaikan padaku,"Dek, sabarmu itu surga bagiku."
Aku hanya tertawa mengejekmu karena setahuku kau tak pernah gombal padaku.
Sekarang aku mengerti apa maksudmu.
Aku hanya tertawa mengejekmu karena setahuku kau tak pernah gombal padaku.
Sekarang aku mengerti apa maksudmu.
"Selamat
jalan sayangku, selamat hari jadi pernikahan kita. Semoga allah ridho atasmu
dan mempertemukan kita kembali di surganya.."
Dari istri yg senantiasa mendoakanmu.
SP1-Kelumpang Selatan, 11-8-2016
by Tri Budiyarni
SP1-Kelumpang Selatan, 11-8-2016
by Tri Budiyarni
0 komentar
Segala sesuatu yang terjadi adalah buah dari keyakinanmu.